Manusia
dan Keadilan
Pengertian Keadilan
Keadilan merupakan suatu hal yang abstrak, bagaimana
mewujudkan suatu keadilan jika tidak mengetahui apa arti keadilan. Untuk itu
perlu dirumuskan definisi yang paling tidak mendekati dan dapat memberi
gambaran apa arti keadilan. Definisi mengenai keadilan sangat beragam, dapat
ditunjukkan dari berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para pakar di bidang
hukum yang memberikan definisi berbeda-beda mengenai keadilan.
1. Keadilan menurut Aristoteles (filsuf yang termasyur)
dalam tulisannya Retoricamembedakan
keadilan dalam dua macam :
§
Keadilan distributif atau justitia distributiva; Keadilan distributif adalah suatu
keadilan yang memberikan kepada setiap orang didasarkan atas jasa-jasanya atau
pembagian menurut haknya masing-masing. Keadilan distributif berperan dalam
hubungan antara masyarakat dengan perorangan.
§
Keadilan kumulatif atau justitia cummulativa; Keadilan kumulatif adalah suatu
keadilan yang diterima oleh masing-masing anggota tanpa mempedulikan jasa
masing-masing. Keadilan ini didasarkan pada transaksi (sunallagamata) baik yang
sukarela atau tidak. Keadilan ini terjadi pada lapangan hukum perdata, misalnya
dalam perjanjian tukar-menukar.
2.
Keadilan menurut Thomas Aquinas (filsuf hukum alam), membedakan keadilan dalam
dua kelompok :
§
Keadilan umum (justitia
generalis); Keadilan umum adalah keadilan menururt kehendak
undang-undang, yang harus ditunaikan demi kepentingan umum.
§
Keadilan khusus; Keadilan khusus adalah keadilan atas
dasar kesamaan atau proporsionalitas. Keadilan ini debedakan menjadi tiga
kelompok yaitu :
1.
Keadilan distributif (justitia distributiva) adalah keadilan yang secara
proporsional yang diterapkan dalam lapangan hukum publik secara umum.
2.
Keadilan komutatif (justitia cummulativa) adalah keadilan dengan mempersamakan
antara prestasi dengan kontraprestasi.
3.
Keadilan vindikativ (justitia vindicativa) adalah keadilan dalam hal
menjatuhkan hukuman atau ganti kerugian dalam tindak pidana. Seseorang dianggap
adil apabila ia dipidana badan atau denda sesuai dengan besarnya hukuman yang
telah ditentukan atas tindak pidana yang dilakukannya.
3.
Keadilan menurut Notohamidjojo (1973: 12), yaitu :
§
Keadilan keratif (iustitia creativa); Keadilan keratif adalah keadilan yang
memberikan kepada setiap orang untuk bebas menciptakan sesuatu sesuai dengan
daya kreativitasnya.
§
Keadilan protektif (iustitia protectiva); Keadilan protektif adalah keadilan yang
memberikan pengayoman kepada setiap orang, yaitu perlindungan yang diperlukan
dalam masyarakat.
4. Keadilan menurut John Raws (Priyono, 1993: 35), adalah
ukuran yang harus diberikan untuk mencapai keseimbangan antara kepentingan
pribadi dan kepentingan bersama. Ada tiga prinsip keadilan yaitu : (1)
kebebasan yang sama yang sebesar-besarnya, (2) perbedaan, (3) persamaan yang
adil atas kesempatan 8. Pada
kenyataannya, ketiga prinsip itu tidak dapat diwujudkan secara bersama-sama
karena dapat terjadi prinsip yang satu berbenturan dengan prinsip yang lain.
John Raws memprioritaskan bahwa prinsip kebebasan yang sama yang sebesar-besarnya
secara leksikal berlaku terlebih dahulu dari pada prinsip kedua dan ketiga.
5. Keadilan dari sudut pandang bangsa Indonesia disebut
juga keadilan sosial, secara jelas dicantumkan dalam pancasila sila ke-2 dan
ke-5 9, serta UUD 1945. Keadilan adalah penilaian dengan
memberikan kepada siapapun sesuai dengan apa yang menjadi haknya, yakni dengan
bertindak proposional dan tidak melanggar hukum. Keadilan berkaitan erat dengan
hak, dalam konsepsi bangsa Indonesia hak tidak dapat dipisahkan dengan
kewajiban. Dalam konteks pembangunan bangsa Indonesia keadilan tidak bersifat
sektoral tetapi meliputi ideologi, EKPOLESOSBUDHANKAM. Untuk menciptakan
masyarakat yang adil dan makmur. Adil dalam kemakmuran dan makmur dalam
keadilan.
6.
Keadilan menurut Ibnu Taymiyyah (661-728 H) adalah memberikan sesuatu
kepada setiap anggota masyarakat sesuai dengan haknya yang harus diperolehnya
tanpa diminta; tidak berat sebelah atau tidak memihak kepada salah satu pihak;
mengetahui hak dan kewajiban, mengerti mana yang benar dan mana yang salah,
bertindak jujur dan tetap menurut peraturan yang telah ditetapkan. Keadilan
merupakan nilai-nilai kemanusiaan yang asasi dan menjadi pilar bagi berbagai
aspek kehidupan, baik individual, keluarga, dan masyarakat. Keadilan tidak
hanya menjadi idaman setiap insan bahkan kitab suci umat Islam menjadikan
keadilan sebagai tujuan risalah samawi.
Keadilan
Sosial
Keadilan sosial adalah sebuah konsep yang membuat para filsuf terkagum-kagum sejak Plato membantah filsuf muda, Thrasymachus, karena ia menyatakan bahwa keadilan adalah apa pun yang ditentukan oleh si
terkuat. Dalam Republik, Plato meresmikan alasan bahwa sebuah negara ideal akan bersandar pada empat sifat baik: kebijakan,
keberanian, pantangan (atau keprihatinan), dan keadilan. Penambahan kata sosial adalah untuk membedakan keadilan
sosial dengan konsep keadilan dalam hukum. Keadilan sosial juga merupakan salah satu butir dalam Pancasila.
keadilan
sosial Keadilan hukum berbicara tentang penghukuman pelaku kejahatan. Keadilan
sosial berbicara tentang kesejahteraan seluruh rakyat dalam negara merdeka.
Keadilan yang bisa diperoleh melalui pengadilan formal di mana saja disebut
“keadilan hukum.” Keadilan hukum itu cukup sederhana, yaitu apa yang sesuai
dengan hukum dianggap adil sedang yang melanggar hukum dianggap tidak adil.
Jika terjadi pelanggaran hukum, maka harus dilakukan pengadilan untuk
memulihkan keadilan. Dalam hal terjadinya pelanggaran pidana atau yang dalam
bahasa sehari-hari disebut “kejahatan” maka harus dilakukan pengadilan yang
akan melakukan pemulihan keadilan dengan menjatuhkan hukuman kepada orang yang
melakukan pelanggaran pidana atau kejahatan tersebut.
Dengan demikian, keadilan hukum
itu sangat sempit dan memiliki kelemahan. Misalnya, untuk kejahatan-kejahatan
berat jika yang ditegakkan keadilan hukum saja, yang terjadi hanyalah para
pelaku di hadapkan ke pengadilan dan dijatuhi hukuman sesuai ketentuan hukum
yang berlaku. Misalnya orang-orang yang paling bertanggungjawab akan dihukum
seumur hidup, pelaksana di lapangan sepuluh tahun, dan sebagainya. Tetapi keadaan
para korban akan tetap saja. Orang-orang yang diperkosa tetap dalam penderitaan
batin.
Mungkin karena menyadari
kelemahan tersebut, ada upaya pemikiran dalam keadaan tertentu mempertimbangkan
kan “keadilan sosial” sebagai pengganti keadilan hukum. Padangan ini diperkuat
oleh kenyataan bahwa pengadilan internasional itu memakan biaya yang sangat
besar.
Pengertian keadilan sosial memang
jauh lebih luas daripada keadilan hukum. Keadilan sosial bukan sekadar
berbicara tentang keadilan dalam arti tegaknya peraturan perundang-undangan
atau hukum, tetapi berbicara lebih luas tentang hak warganegara dalam sebuah
negara. Keadilan sosial adalah keadaan dalam mana kekayaan dan sumberdaya suatu
negara didistribusikan secara adil kepada seluruh rakyat. Dalam konsep ini
terkadung pengertian bahwa pemerintah dibentuk oleh rakyat untuk melayani
kebutuhan seluruh rakyat, dan pemerintah yang tidak memenuhi kesejahteraan
warganegaranya adalah pemerintah yang gagal dan karena itu tidak adil.
Dari perspektif keadilan sosial,
keadilan hukum belum tentu adil. Misalnya menurut hukum setiap orang adalah
sama, tetapi jika tidak ada keadilan sosial maka ketentuan ini bisa menimbulkan
ketidakadilan. Misalnya, karena asas persamaan setiap warganegara setiap orang
mendapatkan pelayanan listrik dengan harga yang sama. Tetapi karena adanya
sistem kelas dalam masyarakat, orang kaya yang lebih bisa menikmatinya karena
ia punya uang yang cukup untuk membayar, sedangkan orang miskin tidak atau
sedikit sekali menikmatinya.
Menurut keadilan sosial, setiap
orang berhak atas “kebutuhan manusia yang mendasar” tanpa memandang perbedaan
“buatan manusia” seperti ekonomi, kelas, ras, etnis, agama, umur, dan
sebagainya. Untuk mencapai itu antara lain harus dilakukan penghapusan
kemiskinan secara mendasar, pemberantasan butahuruf, pembuatan kebijakan
lingkungan yang baik, dan kesamaan kesempatan bagi perkembangan pribadi dan
sosial. Inilah tugas yang harus dilaksanakan pemerintah.
Apakah Indonesia memerlukan
keadilan hukum atau keadilan sosial. Keadilan hukum, yaitu pengadilan dan
penghukuman bagi para pelaku kejahatan di masa pendudukan militer Indonesia
diperlukan agar tragedi kekerasan seperti itu tidak terulang lagi. Agar tidak
ada orang atau kelompok yang melakukan kekerasan untuk mencapai tujuan politiknya.
Sedang keadilan sosial diperlukan agar para korban khususnya, dan seluruh
rakyat umumnya, bisa membangun hidup baru yang tidak hanya tanpa kekerasan
tetapi juga tidak kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar sebagai manusia
maupun kebutuhan lain yang diperlukan untuk meningkatkan.
Berbagai Macam Keadilan
A. Keadilan Legal atau Keadilan
Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan clan hukum
merupakan substansi rohani umum dan masyarakat yang membuat clan menjaga
kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan
pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya (Tha man behind the
gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan, Sunoto menyebutnya
keadilan legal. Keadilan timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi
tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat.
Keadilan terwujud dalam masyarakt bilamana setiap anggota masyarakat melakukan
fungsinya secara baik menurut kemampuannya. Fungsi penguasa ialah
membagi-bagikan fungsi-fungsi dalam negara kepada masing-masing orang sesuai
dengan keserasian itu. Setiap orang tidak mencampuri tugas dan urusan yang
tidak cocok baginya. Ketidakadilan terjadi apabila ada campur tangan terhadap
pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas yang selaras sebab hal itu akan
menciptakan pertentangan dan ketidakserasian. Misalnya, seorang pengurus kesehatan
mencampuri urusan pendidikan, atau seorang petugas pertanian mencampuri urusan
petugas kehutanan. Bila itu dilakukan maka akan terjadi kekacauan.
B.
Keadilan Distributif
Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan
terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang
tidak sama secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally).
Sebagai contoh, Budi bekerja selama 30 hari sedangkan Doni bekerja 15 hari.
Pada waktu diberikan hadiah harus dibedakan antara Ali dan Budi, yaitu
perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja. Andaikata Budi menerima Rp.100.000,-
maka Doni harus menerima. Rp 50.000. Akan tetapi bila besar hadiah Ali dan Budi
sama, justru hal tersebut tidak adil dan melenceng dari asas keadilan.
C.
Keadilan Komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban
masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu
merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang
bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan
menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
Ada beberapa pendapat yg lain dari
para ahli filsafat . seperti di bawah ini :
- Menurut Socrates , keadilan tercipta bilamana warga
negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya
dengan baik.
- Menurut Kong Hu Cu Keadilan terjadi apabila anak sebagai
anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah
melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai-nilai tertentu yang
sudah diyakini atau disepakati.
Dari beberapa pendapat terbentuklah pendapat yg umum, yg di katakan ” Keadilan itu adalah pengakuan dan perlakuan yang
seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut
hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan
bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang
memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.
Kejujuran
Kata jujur adalah
kata yang digunakan untuk menyatakan sikap seseorang.
Jika ada seseorang berhadapan dengan sesuatu atau fenomena maka
orang itu akan memperoleh gambaran tentang sesuatu atau
fenomena tersebut. Jika orang itu menceritakan informasi
tentang gambaran tersebut kepada orang lain tanpa ada “perobahan”
(sesuai dengan realitasnya ) maka sikap yang seperti itulah yang disebut dengan jujur.
Sesuatu atau fenomena yang dihadapi
tentu saja apa yang ada
pada diri sendiri atau di luar diri sendri. Misalnya keadaan atau kondisi
tubuh, pekerjaan yang telah atau sedang dikerjakan serta yang akan
dilakukan. Sesuatu yang teramati juga dapat mengenai benda, sifat
dari benda tersebut atau bentuk maupun modelnya. Fenomena yang teramati
boleh saja yang berupa suatu peristiwa, tata hubungan sesuatu dengan lainnya.
Secara sederhana dapat dikatakan apa saja yang ada dan apa saja yang terjadi.
Jika gambaran dari pengamatan itu kita ceritakan kepada orang lain tanpa ada
perubahan sedikitpun, peristiwa itulah atau keadaan itulah yang dinyakan
sebagaijujur
Perlu juga diketahui bahwa ada juga seseorang
memberikan berita atau informasi sebelum terjadinya peristiwa atau
fenomena. Misalnya sesorang mengatakan dia akan hadir
dalam pertemuan di sebuah gedung bulan depan pada hari dan tanggal yang
telah ditetapkan. Kalau memang dia hadir pada waktu dan tempat yang telah di
katakannya itu maka orang itu dinyatakan (diakui) sebagai orang yang
bersikap jujur. Dengan
kata lain jujur juga berkaitan dengan janji.
Disini jujur berarti mencocokan atau menyesuaikan ungkapan
(informasi) yang disampaikan dengan realisasi (fenomena yang menjadi
kenyataan).
Mungkin kita pernah melihat atau
memperhatikan Tukang bekerja. Dia bekerja berdasarkan sebuah
pedoman kerja. Dalam pedoman kerja (tertulis atau tidak) ada ketentuan sebuah
perbandingan yakni 3 : 5. Tapi dalam pelaksanaan kerja Tukang tersebut
tidak mengikuti angka perbandingan itu, dia membuat perbandingan yang
lain yakni 3 : 6, Peristiwa ini jelas memperlihatkan si Tukang
tidak mengikuti ketentuan yang ada dalam pedoman kerja. Dengan demikian
berarti si Tukang tidak bersikap jujur. Dalam
kasus ini sang Tukang tidak berusaha menyesuaikan informasi yang
ada dengan fenomena (tindakan yang dilaksanakan ).
Hal yang seperti itu juga disebut dusta.
Kejujuran juga bersangkutan dengan pengakuan. Dalam hal ini
kita ambil contoh , orang Eropa membuat pernyataan atau menyampaikan informasi,
bahwa …. orang pertama sekali yang sampai ke Benua Amerika adalah Cristofer
Colombus… Padahal menurut informasi sejarah yang berkembang,
sebelum Colombus mendarat di Benua Amerika telah ada di sana suku bangsa yang
mendiami atau menetap di sana, yakni sukuIndian. Di lain cerita juga di muat dalam sejarah
bahwa sebelumnya (Cristofer
Colombus) telah
sampai kesana armada Laksmana cheng ho dari
Negeri China. Artinya apa, tidak ada pengakuan
oleh orang yang baru datang. Orang Eropa tidak jujur, karena tidak mengakui
bahwa suku Indian adalah manusia seperti mereka juga. Demikian juga mereka
tidak mengakui Laksamana Cheng Ho, karena merasa superior (barangkali). Dalam
hal ini kita melihat persoalan ketidak sesuaian antara fenomena
(realitas) dengan informasi yang disampaikan. Atau tidak ada pengakuan terhadap
realitas. Inilah namnya sikap ” tidak jujur “.
Jadi dari uraian di atas dapat diambil
semacam rumusan, bahwa apa yang disebut dengan jujur adalah sebuahsikap yang selalu berupaya menyesuaikan atau
mencocokan antara Informasi
yang disampaikan dengan
fenomena atau
realitas. Dalam agama Islam sikap seperti inilah yang dinamakan shiddiq. Makanya jujur itu ber-nilai tak terhingga. Karena semua sikap yang baik
selalu bersumber pada ” kejujuran “.
Demikian saja untuk sementara, kalau ada yang
kurang tolong beri tambahan dan kalau ada yang keliru tolong diperbaiki. Banyak
Maaf, wassalam.
Kecurangan
Yang dimaksud dengan kecurangan (fraud)
sangat luas dan ini dapat dilihat pada butir mengenai kategori kecurangan.
Namun secara umum, unsur-unsur dari kecurangan (keseluruhan unsur harus ada,
jika ada yang tidak ada maka dianggap kecurangan tidak terjadi) adalah:
Harus terdapat salah pernyataan
(misrepresentation) dari suatu masa
lampau (past) atau sekarang (present) fakta bersifat material (material fact) dilakukan secara sengaja atau tanpa
perhitungan (make-knowingly or recklessly) dengan maksud (intent) untuk menyebabkan suatu
pihak beraksi.
Pihak yang dirugikan harus beraksi
(acted) terhadap salah pernyataan tersebut (misrepresentation)
yang merugikannya (detriment).
Kecurangan dalam tulisan ini termasuk (namun tidak terbatas pada) manipulasi,
penyalahgunaan jabatan, penggelapan pajak, pencurian aktiva, dan tindakan buruk
lainnya yang dilakukan oleh seseorang yang dapat mengakibatkan kerugian bagi
organisasi/perusahaan.
Kategori Kecurangan
Pengklasifikasian kecurangan dapat dilakukan dilihat dari beberapa sisi.
Berdasarkan pencatatan
Kecurangan berupa pencurian aset dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori:
a. Pencurian aset yang tampak secara terbuka pada buku, seperti duplikasi
pembayaran yang tercantum
pada catatan akuntansi (fraud open
on-the-books, lebih mudah untuk ditemukan).
b. Pencurian aset yang tampak pada buku, namun tersembunyi diantara catatan
akuntansi yang valid,
seperti: kickback (fraud hidden on the-books)
c. Pencurian aset yang tidak tampak pada buku, dan tidak akan dapat dideteksi
melalui pengujian
transaksi akuntansi “yang dibukukan”,
seperti: pencurian uang pembayaran piutang dagang yang telah
dihapusbukukan/di-write-off (fraud off-the books, paling sulit untuk ditemukan)
Berdasarkan frekuensi
Pengklasifikasian kecurangan dapat dilakukan berdasarkan frekuensi terjadinya:
a. Tidak berulang (non-repeating fraud). Dalam kecurangan yang tidak berulang,
tindakan kecurangan —
walaupun terjadi beberapa kali — pada
dasarnya bersifat tunggal. Dalam arti, hal ini terjadi
disebabkan oleh adanya pelaku setiap saat
(misal: pembayaran cek mingguan karyawan memerlukan
kartu kerja mingguan untuk melakukan
pembayaran cek yang tidak benar).
b. Berulang (repeating fraud). Dalam kecurangan berulang, tindakan yang
menyimpang terjadi beberapa
kali dan hanya diinisiasi/diawali sekali
saja. Selanjutnya kecurangan terjadi terus-menerus sampai
dihentikan. Misalnya, cek pembayaran gaji
bulanan yang dihasilkan secara otomatis tanpa harus
melakukan penginputan setiap saat.
Penerbitan cek terus berlangsung sampai diberikan perintah
untuk menghentikannya.
Bagi auditor, signifikansi dari berulang atau tidaknya suatu kecurangan
tergantung kepada dimana ia akan mencari bukti. Misalnya, auditor harus
mereview program aplikasi komputer untuk memperoleh bukti terjadinya tindakan
kecurangan pembulatan ke bawah saldo tabungan nasabah dan pengalihan selisih
pembulatan tersebut ke suatu rekening tertentu.
Berdasarkan konspirasi
Kecurangan dapat diklasifikasikan sebagai: terjadi konspirasi atau kolusi,
tidak terdapat konspirasi, dan terdapat konspirasi parsial. Pada umumnya
kecurangan terjadi karena adanya konspirasi, baik bona fide maupun pseudo. Dalam
bona fide conspiracy, semua pihak sadar akan adanya kecurangan; sedangkan dalam
pseudo conspiracy, ada pihak-pihak yang tidak mengetahui terjadinya kecurangan.
Berdasarkan keunikan
Kecurangan berdasarkan keunikannya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Kecurangan khusus (specialized fraud), yang terjadi secara unik pada
orang-orang yang bekerja pada
operasi bisnis tertentu. Contoh: (1)
pengambilan aset yang disimpan deposan pada lembaga-lembaga
keuangan, seperti: bank, dana pensiun, reksa
dana (disebut juga custodial fraud) dan (2) klaim
asuransi yang tidak benar.
b. Kecurangan umum (garden varieties of fraud) yang semua orang mungkin hadapi
dalam operasi bisnis
secara umum. Misal: kickback, penetapan
harga yang tidak benar, pesanan pembelian/kontrak yang
lebih tinggi dari kebutuhan yang
sebenarnya, pembuatan kontrak ulang atas pekerjaan yang telah
selesai, pembayaran ganda, dan pengiriman
barang yang tidak benar.
Gejala Adanya Kecurangan
Pelaku kecurangan di atas dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok, yaitu:
manajemen dan karyawan. Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen umumnya lebih
sulit ditemukan dibandingkan dengan yang dilakukan oleh karyawan. Oleh karena
itu, perlu diketahui gejala yang menunjukkan adanya kecurangan tersebut.
Gejala kecurangan manajemen
Ketidakcocokan diantara manajemen puncak
Moral dan motivasi karyawan rendah
Departemen akuntansi kekurangan staf
Tingkat komplain yang tinggi terhadap
organisasi/perusahaan dari pihak konsumen, pemasok, atau badan otoritas
Kekurangan kas secara tidak teratur dan
tidak terantisipasi
Penjualan/laba menurun sementara itu
utang dan piutang dagang meningkat
Perusahaan mengambil kredit sampai batas
maksimal untuk jangka waktu yang lama
Terdapat kelebihan persediaan yang
signifikan
Terdapat peningkatan jumlah ayat jurnal
penyesuaian pada akhir tahun buku.
Gejala kecurangan karyawan
Pembuatan ayat jurnal penyesuaian tanpa
otorisasi manajemen dan tanpa perincian/penjelasan pendukung.
a. Pengeluaran tanpa dokumen pendukung
b. Pencatatan yang salah/tidak akurat
pada buku jurnal/besar
c. Penghancuran, penghilangan,
pengrusakan dokumen pendukung pembayaran
d. Kekurangan barang yang diterima
e. Kemahalan harga barang yang dibeli
f.
Faktur ganda
g. Penggantian mutu barang
Tindakan/perilaku pelaku kecurangan
Berikut merupakan daftar perilaku seseorang yang harus menjadi perhatian
auditor karena dapat merupakan indikasi adanya kecurangan yang dilakukan orang
tersebut, yaitu:
Perubahan perilaku secara signifikan,
seperti: easy going, tidak seperti biasanya, gaya hidup mewah.
Sedang mengalami trauma emosional di
rumah atau tempat kerja : Penjudi berat, Peminum berat Sedang dililit utang
Temuan audit atas kekeliruan (error)
atau ketidakberesan (irregularities) dianggap tidak material ketika ditemukan
Bekerja tenang, bekerja keras, bekerja
melampaui jam kerja, sering bekerja sendiri
Gaya hidup di atas rata-rata
Mobil atau pakaian mahal.
Faktor Pendorong Kecurangan & Pencegahannya
Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, yang
disebut juga dengan teori GONE, yaitu:
Greed (keserakahan)
Opportunity (kesempatan)
Need (kebutuhan)
Exposure (pengungkapan)
Faktor Greed dan Need merupakan faktor yang berhubungan dengan individu pelaku
kecurangan (disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor Opportunity dan
Exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban
perbuatan kecurangan (disebut juga faktor generik/umum).
Faktor generik
Kesempatan (opportunity) untuk melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan
pelaku terhadap objek kecurangan. Kesempatan untuk melakukan kecurangan selalu
ada pada setiap kedudukan. Namun, ada yang mempunyai kesempatan besar dan ada
yang kecil. Secara umum manajemen suatu organisasi/perusahaan mempunyai
kesempatan yang lebih besar untuk melakukan kecurangan daripada karyawan.
Pengungkapan (exposure) suatu kecurangan belum menjamin tidak terulangnya
kecurangan tersebut baik oleh pelaku yang sama maupun oleh pelaku yang lain.
Oleh karena itu, setiap pelaku kecurangan seharusnya dikenakan sanksi apabila
perbuatannya terungkap.
Faktor individu
Faktor ini melekat pada diri seseorang dan dibagi dalam dua kategori:
Moral, faktor ini berhubungan dengan
keserakahan (greed).
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk mengurangi risiko tersebut
adalah:
Misi/tujuan organisasi/perusahaan,
ditetapkan dan dicapai dengan melibatkan seluruh pihak (manajemen dan karyawan)
Aturan perilaku pegawai, dikaitkan
dengan lingkungan dan budaya organisasi/perusahaan
Gaya manajemen, memberikan contoh
bekerja sesuai dengan misi dan aturan perilaku yang ditetapkan
organisasi/perusahaan
Praktik penerimaan pegawai, dicegah
diterimanya karyawan yang bermoral tidak baik.
Motivasi, faktor ini berhubungan dengan
kebutuhan (need).
Beberapa cara mengurangi kemungkinan keterlibatan dalam kecurangan:
Menciptakan lingkungan yang
menyenangkan, misalnya: memperlakukan pegawai secara wajar, berkomunikasi
secara terbuka, dan adanya mekanisme agar setiap keluhan dapat didiskusikan dan
diselesaikan
Sistem pengukuran kinerja dan
penghargaan, yang wajar sehingga karyawan merasa diperlakukan secara adil
Bantuan konsultasi pegawai, untuk
mengetahui masalah secara dini
Proses penerimaan karyawan, untuk mengidentifikasi
calon karyawan yang berisiko tinggi dan sekaligus mendiskualifikasinya
Kehati-hatian, mengingat motivasi
seseorang tidak dapat diamati mata telanjang, sebaliknya produk motivasi
tersebut tidak dapat disembunyikan.
Langkah-Langkah Yang Harus Dilakukan Apabila Terdapat Indikasi Kecurangan
Berikut adalah langkah-langkah yang harus dilakukan oleh suatu
organisasi/perusahaan apabila terdapat indikasi kecurangan adalah:
- Uji sumber pengaduan (misal: cek identitas, kredibilitas, kemampuan mengetahui
kecurangan tersebut,
dan keandalan dari si pelapor/pengadu)
- Tentukan apakah pelapor mengetahui informasi dari tangan pertama (secara
pribadi mengetahui
terjadinya kecurangan) atau dari pihak lain.
- Tentukan apa motif dari pelapor (balas dendam, cemburu, jengkel, uang)
- Waspada, apabila pelapor meminta uang sebelum memberi penjelasan lebih jauh.
Jangan memberikan
uang sebelum informasi yang akurat diberikan
dan dikonfirmasi dengan saksi yang dapat dipercaya
dan dengan dokumen
- Uji lebih jauh dugaan kecurangan tersebut dengan sumber independen dan
dokumen
- Jangan mengambil tindakan disiplin tanpa catatan lengkap mengenai tuduhan
kecurangan, termasuk
identitas pelapor dan keterangan tertulisnya
(keterangan lisan tidak cukup)
- Konfirmasi tuduhan tersebut melalui dokumen dan pengakuan/testimony (tertulis
dan berkaitan
dengan) saksi-saksi lain yang mengetahuinya
- Lakukan pendekatan dengan pemasok atau pihak-pihak lain yang diduga terlibat
untuk memperoleh
jawaban dan kerjasama mereka
- Lakukan interview terhadap karyawan yang diduga terlibat untuk mengetahui
versinya mengenai
dugaan kecurangan tersebut (misalnya, apakah
pemasok yang mengajukan penawaran atau karyawan
yang menetapkan harga dari pemasok)
Perhitungan
(hisab) Dan Pembalasan
Pembalasan ialah suatu reaksi atas perbuatan
orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang
seimbang, tingkah laku yang serupa, dan tingkah laku yang seimbang. Pembalasan
Frontal dengan melakukan serangan langsung seperti kata-kata kasar bahkan
perlawanan fisik Perhitungan di muka hukum dengan menaaati peraturan bersaing
dimuka hukum antara yang dilaporkan dan pihak pelapor.
Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa
Tuhan mengadakan pembalasan. Bagi yang bertaqwa kepada Tuhan diberikan
pembalasan dan bagi yang mengingkari perintah Tuhan pun diberikan pembalasan
dan pembalasan yang diberikanpun pembalasan yang
seimbang, yaitu siksaan
dineraka.
Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan
yang bersahabat mendapat balasan yang bersahabat. Sebaliknya pergaulan yagn
penuh kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak bersahabat pula. Pada dasarnya,
manusia adalah mahluk moral dan mahluk sosial. Dalam bergaul manusia harus mematuhi
norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral,
lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah
perbuatan yang melanggar atau memperkosa hak dan kewajiban manusia. Oleh karena
itu manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar atau diperkosa,
maka manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan
hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.
Pemulihan
Nama Baik
Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang
menjaga dengan hati-hati agar namanya tetap baik. Lebih-lebih jika ia menjadi
teladan bagi orang/tetangga disekitarnya adalah suatu kebanggaan batin yang tak
ternilai harganya.
Ada
peribahasa berbunyi “Daripada berputih mata lebih baik berputih tulang” artinya
orang lebih baik mati dari pada malu. Betapa besar nilai nama baik itu sehingga
nyawa menjadi taruhannya. Setiap orang tua selalu berpesan kepada anak-anaknya
“Jagalah nama keluargamu!” Dengan menyebut “nama” berarti sudah mengandung arti
“nama baik” Ada pula pesan orang tua “Jangan membuat malu” pesan itu juga
berarti menjaga nama baik. Orang tua yang menghadapi anaknya yang sudah dewasa
sering kali berpesan “laksanakan apa yang kamu anggap baik, dan jangan kau
laksanakan apa yang kamu anggap tidak baik!” Dengan melaksanakan apa yang
dianggap baik berarti pula menjaga nama baik dirinya sendiri, yang berarti
menjaga nama baik keluarga.
Penjagaan nama baik erat hubunganya dengan tingkah laku
atau perbuatan. Atau bisa dikatakan nama baik atau tidak baik itu adalah tingkah
laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan itu,
antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi, cara
menghadapi orang, perbuatan – perbuatan yang dihalalkan agama dan lain
sebagainya.
Tingkah
laku atau perbuatan yang baik dengan nama baik itu pada hakekatnya sesuai
dengan kodratnya manusia, yaitu:
a)
Manusia menurut sifat dasarnya adalah makhluk moral.
b)
Ada aturan-aturan yang berdiri sendiri yang harus dipatuhi manusia untuk
mewujudkan dirinya
sendiri sebagai pelaku moral tersebut.
Pada hakekatnya, pemulihan nama baik adalah kesadaran
manusia akan segala kesalahannya; bahwa apa yang telah diperbuatnya tidak
sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan akhlak.
Akhlak
berasal dari bahasa Arab akhlaq bentuk jamak dari khuluq dan dari akar kata
ahlaq yang berarti penciptaan. Oleh karena itu, tingkah laku dan perbuatan
manusia harus disesuaikan dengan penciptanya sebagai manusia. /untuk itu, orang
harus bertingkah laku dan berbuat sesuai dengan ahlak yang baik.
Ada
tiga macam godaan, yaitu derajat/pangkat, harta dan wanita. Bila orang tidak
dapat menguasai hawa nafsunya, maka ia akan terjerumus kejurang kenistaan,
karena untuk memiliki derajat/pangkat,harta dan wanita itu dengan mempergunakan
jarak yang tidak wajar. Jalan itu antara lain, fitnah, membohong, suap,
mencuri, merampok dan menempuh semua jalan yang diharamkan.
Hawa
nafsu dan angan-angan bagaikan sungai dan air. Hawa nafsu yang tak tersalurkan
melalui sungai yang baik, yang benar, akan meluap kemana-mana yang akhirnya
sangat berbahaya. Menjerumuskan manusia ke lumpur dosa.
Ada
godaan halus, yang dalam bahasa jawa, adigang, adigung, adiguna, yaitu
membanggakan kekuasaan, kebesarannya, dan kepandaiannya. Semua itu mengandung
arti kesombongan.
Untuk
memulihkan nama baik, manusia harus tobat atau minta maaf. Tobat dan minta maaf
tidak hanya dibibir. Melainkan harus bertingkah laku sopan, ramah, berbuat budi
darma dengan memberikan kebajikan dan pertolongan sesama hidup yang perlu ditolong
dengan penuh rasa kasih sayang, tanpa pamrih, Takwa kepada Tuhan dan mempunyai
sikap rela, tawakal, jujur, adil, dan budi luhur selalu dipupuk.
Pembalasan
Pembalasan ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain.
Reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah
laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang. Pembalasan disebabkan oleh adanya
pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapat balasan yang bersahabat.
Sebaliknya pergaulan yagn penuh kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak
bersahabat pula. Pada dasarnya, manusia adalah mahluk moral dan mahluk sosial.
Dalam bergaul manusia harus mematuhi norma-norma untuk
mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral, lingkunganlah yang
menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah perbuatan yang
melanggar atau memperkosa hak dan kewajiban manusia. Oleh karena itu manusia
tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar atau diperkosa, maka manusia
berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan
kewajiban itu adalah pembalasan.
Sumber : http://azzham.blogspot.com/2012/11/manusia-dan-keadilan_3313.html